cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam
ISSN : 25976168     EISSN : 26976176     DOI : -
Ulul Albab is journal of Islamic Law Studies published by the Departement of Syariah, Faculty of Islamic Studies, Sultan Agung Islamic University, Semarang, Indonesia. It is a semi annual journal published in April and October for the developing the scientific ethos. Editor accept scientific articles and result of research in accordance with its nature is a journal of Islamic Law Studies.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No 2 (2018): Vol. 1, No. 2, April 2018" : 6 Documents clear
De-Secularizing Legal Education in Indonesian Non-Islamic Law School: Examining The ‘Introduction to Jurisprudence’ Textbooks on The ‘Norm Classification’ Chapter Fajri Matahati Muhammadin; Hanindito Danusatya
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 1, No 2 (2018): Vol. 1, No. 2, April 2018
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v1i2.2455

Abstract

The Indonesian legal system is not secular, but the legal education in non-Islamic universities are secular. This article will highlight the ‘Introduction to Jurisprudence’ course (ITJ) at law undergraduate programs. More specifically, one chapter will be analyzed i.e. ‘Classification of Norms’ because it is an early fundamental chapter in ITJ which shapes the jurisprudential reasoning of the law students. This article uses a literature study to observe the most used textbooks for the (ITJ) course in the top law schools in Indonesia. It will be found that the approached used by these textbooks are secular and incompatible with the Indonesian non-secular legal system. Islamization of knowledge is needed to ‘de-secularize’ this ‘Classification of Norms’ chapter.
Keperdataan Anak diluar Nikah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya terhadap Harta Warisan Sari Pusvita
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 1, No 2 (2018): Vol. 1, No. 2, April 2018
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v1i2.2338

Abstract

Putusan mahkamah konstitusi Nomor 46 / PUU-VIII / 2010 merupakan langkah di bidang hukum keluarga di Indonesia. Hakim konstitusi mengabulkan petisi untuk menentukan status perdata bagi anak-anak lahir dari pernikahan kedua orang tuanya tidak tertulis oleh Pegawai Pencatatan Nikah (PKN). Dalam penelitian ini, peneliti ingin menggali apa efek dari hukum eksplisit dan implisit untuk menentukan pengadilan konstitusional bagi anak-anak yang tersebut diatas; bagaimana Kontemplasi Hukum Islam terhadap warisan anak-anak yang lahir dari orang tua yang tidak memiliki status pernikahan resmi sebagai implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi. Ini adalah penelitian perpustakaan dan hanya berfokus pada beberapa data yang bersumber di perpustakaan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Semua data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Dari hasil penelitian, hakim konstitusi berdasarkan empat faktor. Mereka adalah sosiologi, teknologi, dan peningkatan pengetahuan, hukuman, dan perlindungan hukum bagi anak-anak. Dampak eksplisit adalah hukum jaminan untuk anak-anak yang tidak sah dari status perwakinan orang tuanya. Sebaliknya, yang tersirat akan membuat kebingungan dalam hukum keluarga, jika itu termasuk perzinaan (zina), hidup bersama tanpa perkawinan yang sah (samen leven), dan hubungan bebas lainnya. Dijelaskan dalam hukum Islam bahwa anak yang lahir dari perzinaan tidak memiliki hubungan dengan ayah mereka. Jadi, tidak ada alasan untuk mendapatkan warisan.
Penolakan Nasab Anak Li’an dan Dhihar dengan Ta’liq (Analisis Komparatif Naskah Kitab Fiqh al-Islam wa Adillatuhu dengan al-Mughni) Anwar Hafidzi
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 1, No 2 (2018): Vol. 1, No. 2, April 2018
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v1i2.2419

Abstract

Artikel ini membahas mengenai konsep li’an  dalam perkawinan serta dampak yang didapatkan setelahnya melalui pandangan hukum Islam. Munculnya permasalahan dalam perkawinan disebabkan suami menuduh istri nya telah berzina dengan laki-laki lain, atau suami tidak mengakui anak yang ada di dalam kandungan istrinya sebagai anaknya sebagai bagian dari permasalahan yang berkembang pada saat ini. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui tentang kebolehan menolak nasab anak dan kehamilan dengan li’an  dalam perkawinan. Penulisan artikel ini menggunakan metode deskriptif analytic komparatif yakni membandingkan antara pembahasan li’an tentang kebolehan menolak nasab anak dan menganalisanya. Sumber primernya adalah kitab Fiqh al-IslÉm wa Adillatuhu karya Wahbah Az-Zuhaily dengan kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah. Hasil temuan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan pendapat diantara jumhur ulama mengenai kesaksian suami saat melakukan li’an. Menurut Imam Hanafi kesaksian li’an  dari istri tidak sah jika belum adanya kesaksian dari suami, dan Imam Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa tidak disyaratkannya kedatangan suami istri secara bersama-sama, sedangkan Imam Malik mensyaratkan kedatangan sekelompok orang dalam pelaksanaan li’an , paling sedikitnya empat orang yang adil.
Tauhid: Prinsip Keluarga Dalam Islam (Problem Keluarga Di Barat) M. Saeful Amri; Tali Tulab
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 1, No 2 (2018): Vol. 1, No. 2, April 2018
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v1i2.2444

Abstract

Keluarga adalah suatu struktur dalam masyarakat yang bersifat khusus, saling mengikat satu sama lain. Menurut ajaran Islam, perikatan itu mengandung tanggung jawab dan sekaligus rasa saling memiliki dan saling berharap (mutual expectation). Nilai kasih sayang yang berdasarkan agama menjadikan struktur keluarga memiliki pondasi yang kokoh. sebab struktur keluarga dan Kedudukannya ditentukan oleh hukum Islam dan bukan semata-mata perasaan. Berbeda dengan masyarakat modern yang cenderung berfikir dan bersikap pragmatis, sehingga pernikahan lebih diutamakan sebagai fungsi seksual, reproduksi dan rekreasi. Akibatnya masyarakat Barat modern tengah mengalami polemik besar yaitu masalah keluarga. Ada dua faktor utama atas retaknya sistem sebuah keluarga di Negara modern tersebut. Pertama, sebab pernikahan yang hanya terfokus untuk mencari kesenangan daripada berpikir tentang tanggung jawab. Sehingga banyak keluarga yang bercerai dan mengalami kekerasan dalam rumah tangga Kedua, sebab putusnya sistem keluarga besar yang utuh. Hal tersebut berdampak pada meningginya angka kasus bunuh diri serta pemerkosaan dikalangan remaja akibat kurangnya perhatian dari orang tua dan keluarga. Karenanya masyarakat modern perlu untuk menjadikan Islam sebagai konsep dalam pembentukan keluarga. Sebab sistem dan landasannya berasal dari prinsip Tauhid, yakni menjadikan Tuhan sebagai pembuat aturan untuk dijalankan dalam kehidupan sehari-hari
Perjanjian Kawin Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Pasangan Suami Istri (Perspektif Maqashid Syari’ah) Dyah Ochtorina Susanti
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 1, No 2 (2018): Vol. 1, No. 2, April 2018
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v1i2.2456

Abstract

Perjanjian kawin di Indonesia, mengatur tentang harta dalam perkawinan dan harta bawaan dari pasangan suami istri. Fakta empiris menunjukkan bahwa perselisihan pasangan suami istri tidak hanya disebabkan oleh perbedaan harta, akan tetapi juga dipicu sebab lainnya. Penelitian ini bertujuan menemukan dan menganalisa serta memberikan pemahaman bahwa perjanjian kawin sebaiknya tidak saja dilakukan untuk mengatur harta tetapi lebih mengarah kepada hak dan kewajiban serta kepentingan maqashid syari’ah. Kepada pemerintah dan DPR RI, hendaknya mengadakan pembaharuan terhadap susbtansi perjanjian kawin, tidak hanya memuat perjanjian tentang harta saja, melainkan tegas diterangkan bahwa pasangan suami istri dapat melakukan perjanjian kawin diluar perjanjian tentang harta. Hendaknya dibuat aturan tersendiri yang memuat secara tegas tentang perjanjian kawin dengan mempertimbangkan sisi utilities (kemanfaatan) serta berdasar maqashid syari’ah, dan dari sisi kepastian hukum yang bermuara pada jaminan perlindungan bagi pasangan suami istri.
Pasuwitan Sebagai Legalitas Perkawinan: Telaah Hukum Islam Terhadap Perkawinan Suku Samin Di Kabupaten Pati Muhammad Taufiq; Anis Tyas Kuncoro
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 1, No 2 (2018): Vol. 1, No. 2, April 2018
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v1i2.2768

Abstract

Perkawinan merupakan hubungan yang sakral. Seorang pria dan wanita dinyatakan sah menjadi pasangan suami isteri ketika sudah melaksanakan akad nikah serta telah memenuhi syarat dan rukun nikah, namun masyarakat Suku Samin yang ada di Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati mempunyai aturan dimana seorang pria dan wanita dinyatakan sebagai sah sebagai seorang suami isteri apabila telah melakukan hubungan intim yang disebut tradisi pasuwitan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analisis dengan menggunakan metode deskriptif.  Dalam rangka medapatkan data lebih detail, penulis juga menggunakan wawancara. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pasuwitan adalah proses dimana seorang pengantin laki-laki hidup satu rumah dengan pengantin perempuan untuk menjalani proses pencocokan, kecocokan ditandai dengan telah melakukan hubungan intim. Setelah itu baru keduanya dinyatakan sah sebagai suami isteri. Berdasarkan analisis hukum Islam tradisi yang ada di masyarakat Suku Samin ini tidak boleh untuk dilakukan karena tradisi ini bertentangan dengan dalil syara’. Tradisi ini bisa dikatakan sebagai ‘urf tetapi ‘urf yang tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat sebagai ‘urf  (‘urf fasid) yaitu menghalalkan yang haram. Sedangkan jika dilihat dari syarat dan rukun nikah, tradisi pasuwitan dilakukan tanpa ijab qabul yang jelas. Padahal dalam ketentuan ijab qabul dalam perkawinan itu harus ada pernyataan menikahkan dari wali serta diucapkan dengan jelas dan menggunakan kata-kata nikah atau tazwij. Sehingga perkawinan dalam tradisi pasuwitan ini bisa dikatakan sebagai nikah yang tidak sah karena tidak memenuhi akad dalam perkawinan yang sebenarnya.

Page 1 of 1 | Total Record : 6